Rabu, 14 Desember 2011

Kebijakan Hukum

Kebijakan Hukum dalam upaya penanggulangan Pelanggaran Kode Etik Profesi TI

Kejahatan Komputer adalah bentuk kejahatan yang menimbulkan dampak yang sangat luas karena tidak saja dirasakan secara nasional tetapi juga internasional, oleh sebab itu wajar apabila dikatagorikan sebagai kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Against Transnational Organized Crime (Palermo Convention, November 2000 dan Deklarasi ASEAN 20 Desember 1997 di Manila) Banyak permasalahan hukum yang muncul ketika kejahatan dunia maya dapat diungkap oleh aparat penegak hukum, Yurisdiksi merupakan hal yang sangat crucial dan kompleks berkenaan dengan hal tersebut.

Hukum internasional telah meletakkan beberapa prinsip umum yang berkaitan dengan yuridiksi suatu negara, diantaranya :



Prinsip Teritorial, setiap negara dapat menerapkan yurisdiksi nasionalnya terhadap semua orang baik warga negara atau asing.

Prinsip Nasional Aktif, setiap negara dapat memberlakukan yuridiksi nasionalnya terhadap warga negaranya yang melakukan tindak pidana sekalipun dilakukan dalam yurisdiksi negara lain.

Prinsip Nasional Pasif, merupakan counterpart dari prinsip nasional aktif, tekanannya ada pada kewarganegaraan sikorban

Prinsip Perlindungan, setiap negara mempunyai kewenangan melaksanakan yurisdiksi terhadap kejahatan yang menyangkut keamanan dan integritas atau kepentingan ekonomi yang vital. Prinsip Universal, suatu negara dapat menyatakan mempunyai hak untuk memberlakukan hukum pidananyadengan alasan terdapat hubungan antara negara tersebut dengan tindak pidana yang dilakukan.

A. Kode Etik Profesi IT produk dari Asosiasi atau Organisasi :

1. IFIP (International Federation for Information Processing)

2. ACM (Association for Computing Machinery)

3. ASOCIO (Asian Oceaniq Computer Industries Organization)

“terhadap nasionalnya ap semua orang baik warga negara atau asing.”



Kode Etik Profesi IT produk dari Negara

1. Malaysian Computer Society (Code of Profesional Conduct)

2. Australian Computer Society (Code of Conduct)

3.New ZealandComputer Society (Code of Ethics and

Profesional Conduct)

4.SingaporeComputer Society (Profesional Code of Conduct)

5. Computer Society ofIndia(Code of Ethics of IT Profesional)

6. Philipine Computer Society Code of Ethics)

7.Hong KongComputer Society (Code of Conduct)



Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) resmi disahkan di DPR-RI pada Selasa 25 Maret 2008. UU tersebut masih belum menggunakan penomoran karena masih menunggu UU dari Sekretariat Negara.



UU ITE merupakan UU Cyber pertama yang akan diberlakukan di Indonesia.Undang-undang tersebut diharapkan akan menjadi dasar penegakan hukum untuk transaksi online di wilayah Indonesia meski dilakukan di dunia maya.

tentang Perbuatan Yang Dilarang, Pasal 31 ayat (1) dan (2) menyebutkan, “mereka yang secara sengaja dan tanpa hak melakukan penyadapan atas informasi dan/atau dokumen elektronik pada komputer atau alat elektronik milik orang lain akan dikenakan hukuman berupa penjara dan/atau denda.”

Perbuatan terlarang tersebut akan mendapatkan sanksi yang diatur di dalam Bab XI tentang Ketentuan Pidana Pasal 47 yang berbunyi: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara palinglama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).



Faktor utama meningkatnya Pelanggaran Kode Etik

adalah makin merebaknya penggunaan Internet. Jaringan luas komputer tanpa disadari para pemiliknya disewakan kepada

spammer (penyebar e-mail komersial), fraudster (pencipta situs tipuan), dan penyabot digital. Terminal – terminal jaringan telah terinfeksi virus komputer, yang mengubah komputer menjadi “zombi”. Faktor lain yang menjadi pemicu adalah makin banyaknya para “Intelektual yang tidak BER ETIKA”.

Faktor penyebab Pelanggaran kode etik

1. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat.

2. Organisasi profesi tidak dilengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan.

3. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi, karena buruknya upaya sosialisasi dari pihak profesi sendiri.

4. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi TI untuk menjaga martabat luhur profesinya.

5. Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas di antara para pengemban profesi TI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar